Rabu, 16 Januari 2013

Penerapan Teori Belajar Penemuan Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Matematika adalah salah satu bidang studi yang diberikan di sekolah. Matematika diberikan mulai dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Matematika menjadi mata pelajaran wajib di tiap-tiap sekolah yang dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang sangat penting dan berguna untuk dipelajari untuk oleh setiap peserta didik. Dalam hal ini matematika dipelajari di sekolah sebagai materi utama, namun banyak mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari matematika disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah rendahnya kemampuan siswa. Penyebab rendahnya kemampuan siswa pada umumnya siswa lebih suka menghafal dari pada latihan dan analisa.
Oleh karena itu dalam pengajaran sangat penting untuk mengembangkan model pembelajaran yang secara khusus cocok dengan kelas yang akan dibinanya. Salah satu adalah dengan menggunakan teori penemuan Bruner karena pembelajaran menggunakan penemuan Bruner melatih siswa dalam berpikir kritis, menemukan pemecahan masalah sendiri.
Lebih lanjut dikatakan tanpa matematika, dunia akan hancur (http:// sampoenafoundation. Org). Lebih lanjut dikatakan, matematika bisa digunakan untuk memakmurkan negeri ini dan bisa membantu Indonesia keluar dari kondisi kritis, termasuk dalam persoalan lingkungan. Kuncinya, matematika jangan hanya digunakan sebagai alat untuk menghitung. Matematika harus digunakan sedemikian rupa agar bisa benar-benar bermanfaat untuk kehidupan dan itu harus ditanamkan dalam benak siswa sejak awal sehingga jangan sampai generasi muda (siswa)takut belajar matematika.
1
 
Meskipun matematika dipandang penting namun dalam kenyataannya prestasi matematika Indonesia tergolong rendah. Fakta yang mendukung (http://zainurie. Wordpress. Com//2007) diantaranya :
1.Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia berada dideretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini Indonesia masih belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah.
2.Hasil penelitian Tim Prongrammer of Internasional Student Assesment (PISA) menunjukan, Indonesia menempati peringkat 9 dari 41 negara pada kategori literatur matematika.
Ada beberapa hal yang menyebabkan prestasi matematika Indonesia rendah, diantaranya :
  1. Tantangan mayoritas soal yang diberikan guru matematika di Indonesia terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyak mengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang diset dalam konteks atau soal yang jauh dari realitas sehari-hari.
  2. Siswa Indonesia pada umumnya lebih suka menghafal dari pada latihan dan analisa. Padahal matematika menuntut banyak latihan dan analisa
  3. Cara guru menyampaikan materi pelajaran yang tidak sesuai. Baik karena metode yang tidak sesuai dengan materi atau karena cara penyampaian yang tidak menyenangkan.
  4. Siswa menganggap matematika sebagai momok yang menakutkan.
  5. Metode pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan  peserta didk dalam proses belajar mengajar.
  6. Anggapan bahwa matematika sulit sehingga membuat siswa kurang berminat untuk belajar matematika.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti siswa pada umumnya lebih suka menghafal daripada latihan dan analisa. Padahal matematika menuntut banyak latihan dan analisa. Kebanyakan pelajaran matematika yang disampaikan guru berupa rumus-rumus seringkali hanya dihafal siswa tanpa mengetahui makna dan tujuan rumus-rumus matematika tersebut, sehingga mempengruhi hasil belajar siswa.
Menurut Sinambela (2006) faktor lain yang menyebabkan rendahnya prestasi matematika yakni dalam penyampaian pelajaran guru kebanyakan menoton pada metode pengajaran tersebut langsung pada siswa tanpa membuat siswa tersebut memiliki konsep dasar tentang materi  pelajaran tersebut sehingga siswa terfokus pada konsep yang diberikan oleh guru yang mematikan pola pikir siswa untuk dapat berpikir dengan jelas, logis, sistematis, bertanggung jawab dan memiliki kepribadian yang baik serta keterampilan untuk menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan masalah-masalah di atas peneliti mencoba menerapkan Teori Balajar Penemuan yang dikemukakan oleh Bruner dalam Dahar (1996), ”Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh siswa, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang baik, berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertai menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Bruner menyarankan agar siswa-siswi hendahnya belajar melalui berpartisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Cara belajar yang baik menurut Bruner dalam Dahar (1996) adalah Belajar ponemuan yaitu belajar dengan cara penyajian enaktif, ikonik, dan simbolik. Penyajian secara enaktif adalah melalui tindakan guru, cara ikonik melalui sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep dan cara simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Dahar (1996) menyatakan bahwa belajar penemuan membangkitkan keinginan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Dengan diterapkan teori belajar Penemuan dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar.  
Mengingat hal itu, teori Bruner akan diterapkan pada penelitian ini pada pokok bahasan yang akan dipilih adalah Bangun Ruang Sisi Lengkung, hal ini karena topik yang sangat penting dikuasai siswa mengingat aplikasi dan kegunaanya banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan latar belakang diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Teori Belajar Penemuan Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009”.

1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat diidentifikasikan masalah. Beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain:
  1. Prestasi belajar matematika siswa rendah.
  2. Siswa kesulitan dalam menterjemahkan dan menggunakan rumus-rumus pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.
  3. Peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah.
  4. Rendahnya minat siswa dalam mempelajari matematika.
  5. Metode pengajaran guru lebih menekan pada keaktifan guru daripada keaktifan siswa.
                                        
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
  1. Bagaimana tingkat kemampuan belajar siswa dengan menerapkan teori belajar  penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009 ?
  2. Bagaimana aktifitas siswa dalam penerapan pembelajaran  penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009 ?




1.4 Batasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah maka masalah dalam penelitian ini dibatasi yaitu : Bagaimana Penerapan Teori Belajar Penemuan Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009.

1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah :
1.      Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa belajar siswa dengan menerapkan teori belajar  penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009.
2.      Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam pembelajaran  penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009 .

1.6 Manfaat Penelitian
Dengan diadakan penelitian diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi guru  di SMP N 1 Badar tentang teori belajar Bruner yang diterapkan pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.
2. Sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan pegangan bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon tenaga pengajar di masa akan datang.
3. Sebagai bahan acuan bagi peneliti lain yang berkaitan.





BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Konsep Belajar
Pendidikan matematika di sekolah menengah adalah kemampuan dasar serta  kemampuan mengembangkan dalam menguasai matematika pada tingkat yang lebih tinggi. Ini berarti proses belajar metematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinu.
Untuk menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan kemampuan ranah-ranah yaitu : (1) kognitif yaitu: kemampuan berkenaan dengan pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi, (2) afektif yaitu : kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, partisipasi, penilaian/penentu, sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup, (3) psikomotorik yaitu: kemampuan mengutamakan keterampilan jasmani yang terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan dan aktifitas.
            Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar menurut Gagne dalam Sagala (2005) disebut dengan keterampilan-keterampilan. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan menurunkan sendiri pola-pola materi tersebut. Dari pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru.

2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar siswa dapat dilihat dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang merupakan hasil dari proses belajar mengajar yang siswa alami. Rendahnya hasil belajar siswa di sekolah-sekolah antara lain dipengaruhi oleh metode pengajaran, interaksi antara guru dengan siswa.
6
 
            Sagala (2005) menyatakan bahwa agar peserta didik berhasil diperlukan persyaratan tertentu antara lain: (1) kemampuan berpikir yang tinggi bagi para siswa hal ini ditandai dengan berpikir  kritis, logis, sistematis, dan objektif; (2)  menumbuhkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran; (3) bakat dan minat yang khusus para siswa yang dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya; (4) menguasai bahan–bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran di sekolah menjadi lanjutannya; (5) stabilitas psikis atau tidak mengalami masalah penyesuaian diri dan seksual; (6) kesehatan jasmani; (7) menguasai teknik belajar  di sekolah dan di luar sekolah.
            Perubahan yang terjadi akibat proses belajar mengajar disebut dengan hasil belajar, dengan mengukur hasil belajar akan diketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai.

2.1.3 Belajar Penemuan
2.1.3.1. Teori Belajar Penemuan Bruner
            Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif (1915) yang memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berpikir. Salah satu model instruksional kognitif yang sangat mempengaruhi ialah model Bruner (1996) yang dikenal dengan nama Penemuan (Discovery Learning).
            Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh siswa dan dengan sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.
            Menurut Dahar (1996) siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar siswa dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang mengijinkan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
            Model pemahaman konsep dari Bruner dalam Budiningsih (2005) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategorikan yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan yang mengkategorikan meliputi mengindentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek atau peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan pembetukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
            Menurut Bruner dalam Budiningsih (2005) bahwa kegiatan mengkategorikan memiliki dua komponen yaitu: (1) tindakan pembentukan konsep, dan (2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan keduanya adalah:
1.      Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku yang mengkategorikan ini  berbeda.
2.      Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama.
3.      Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda.
Menurut Dahar (1996) pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan beberapa kebaikan yaitu:
1.      Pengetahuan itu bertahan lama atau lama untuk diingat, atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.
2.      Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainya. Dengan perkataan lain, konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru.
3.      Secara menyeluruh belajar penemuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus, belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Selanjutnya juga dikemukakan Dahar (1996) bahwa belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja.
            Penggunaan belajar penemuan diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar atau prinsip-prinsip dari bidang studi itu. Bila siswa telah menguasai struktur dasar, maka tidak sulit baginya mempelajari bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama dan siswa akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang dapat digunakan untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.
            Menurut Bruner dalam Dahar (1996) mengerti suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu sedemikian rupa sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan.
Ada beberapa manfaat belajar penemuan menurut  Panen (2002) yaitu :
  1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
  2. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat.
  3. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar penemuan agar siswa dapat mendemontrasikan pengetahuan yang diterima.
  4. Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi.
  5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar.
  6. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.




2.1.3.2. Teori Mengajar Bruner 
            Dalam bagian terdahulu telah dijelaskan beberapa prinsip belajar menurut Bruner. Dalam bagian ini akan dibahas bagaimana pengajaran atau instruksi dilaksanakan sesuai dengan teori yang telah dikemukakan tentang belajar.
            Menurut Bruner dalam Dahar (1996) suatu teori hendaknya meliputi:
1.      Pengalaman–pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar.
Belajar dan pemecahan masalah tergantung kepada penyelidikan alternatif-alternatif. Oleh karena itu pengajaran harus memperlancar mengatur penyelidikan alternatif ditinjau dari segi siswa. Penyelidikan alternatif-alternatif membutuhkan aktivitas, pemeliharaan dan penghargaan. Dengan perkataan lain, penyelidikan alternatif membutuhkan sesuatu untuk dapat mulai, sesudah mulai keadaan ini harus dipelihara atau dipertahankan, kemudian dijaga agar tidak kehilangan.
2.      Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal.
Struktur suatu dominan pengetahuan mempunyai tiga ciri dan setiap ciri itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya. Ketiga ciri itu adalah cara penyajian (metode repsentation), ekonomi dan kuasa (power). Cara penyajian, ekonomi dan kuasa bila dihubungkan dengan usia, ” gaya ” para siswa dan jenis bidang studi.
Ada tiga penyajian yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Penyajian dengan cara enaktif adalah melalui tindakan guru, cara ikonik melalui sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep dan cara simbolik yakni dengan menggunakan kata-kata atau bahasa.
3.      Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal.
Dalam mengajar, siswa dibimbing melalui urutan pertanyaan-pertanyaan dari suatu masalah atau kesimpulan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menerima, mengubah dan mentransfer apa yang telah dipelajarinya. Jadi urutan materi pelajaran dalam suatu domain pengetahuan mempengaruhi kesulitan yang dihadapi siswa dalam mencapai penguasaan.

4.      Bentuk dan pemberian Reinforsemen.
Dalam teorinya, Bruner mengemukakan bahwa dalam bentuk hadiah atau pujian dan hukuman harus dipikirkan. Demikian pula pujian dan hukuman itu diberikan salama proses belajar mengajar, secara intuitif, jelas bahwa proses belajar mengajar berlangsung, ada suatu hadiah ekstrinsik bergeser kehadiah intrinsik. Sebagai hadiah ekstrinsik misalnya berupa pujian dari guru, sedangkan intrinsik timbul hasil memecahkan masalah.

2.1.3.3. Penerapan Teori Belajar Penemuan dalam Pembelajaran
Menurut Bruner dalam Dahar (1996) bahwa ada tiga cara penyampaian atau penyajian materi pelajaran (informasi) yaitu cara penyajian enaktif, ikonik, dan simbolik.
Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif, dengan cara ini siswa mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan kata-kata atau pikiran. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian melalui respon-respon motorik yang dilakukan dengan satu set kegiatan-kegiatan untuk mencapai hasil tertentu. Jadi penyajian cara enaktif pada dasarnya melatih siswa untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat memperlihatkan kejadian atau pristiwa secara nyata.
Cara penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefenisikan sepenuhnya konsep-konsep itu. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh prinsip-prinsip organisasi perseptual dan oleh transformasi-transformasi secara ekonomis dalam organisasi perseptual. Menurut Dahar (1996) ‘penyajian ikonik didasarkan pada belajar tentang respon-respon dan bentuk-bentuk kebiasaan”.
Penyajian simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penggunaan penyajian simbolik didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Penyajian simbolik dibuktikan oleh kemampuan siswa lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan dari pada objek-objek, memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep dan memperhatikan kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombitorial. Dalam penerapan belajar, ketiga cara penyajian materi pelajaran di atas secara bersamaan. Penelitian ini akan menerapkan ketiga cara penyajian materi pelajaran tersebut.

2.1.3.4. Peranan Guru dalam Teori Belajar Penemuan Bruner
Menurut Dahar (1996) ada lima peran guru yang dirangkum untuk dapat dilaksanakan dalam pembelajaran yang intinya :
1.      Merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh para siswa.
2.      Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi siswa untuk memecahkan masalah. Materi pelajaran itu dapat mengarah pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan. Siswa dituntut untuk menyelidiki berbagai masalah, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah.
3.      Guru seharusnya memperhatikan tiga cara penyajian pembelajaran yaitu: dengan cara enaktif, ikonik, dan simbolik. Untuk menjamin keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru mengikuti dari enaktif ke ikonik dan simbolik, jadi demikian pula harapan tentang urutan pengajaran.
4.      Guru hendaknya sebagai seorang tutor. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau teoritis, guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari tetapi guru hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan dan memberi umpan balik pada waktu tertentu sedemikian rupa sehingga siswa tidak selalu tergantung pada pertolongan guru.
5.      Menilai hasil belajar siswa merupakan salah satu belajar penemuan penilaian hasil belajar penemuan tentang prinsip-prinsip dasar mengenai suatu bidang studi dan kemampuan siswa tidak menerapkan prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa tes okjektif atau tes essai.

2.1.4 Aktifitas Belajar
            Proses belajar yang dilakukan di kelas merupakan aktifitas mentranformasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, pengajar diharapkan mampu mengembangkan kapasitas belajar, kompetensi belajar dan potensi yang dimiliki oleh siswa secara penuh. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang dimilikinya, berpikir kritis, dan dapat memecahkan permasalahan–permasalahan dalam kehidupan sehari- hari.
            Gagne dan Briggs dalam Yamin (2004)  menjelaskan rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan untuk menumbuhkan aktifitas dan partisipasi siswa di dalam kelas meliputi sembilan aspeks yaitu :
1.       Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalan pembelajaran.
2.      Menjelaskan tujuan intruksional  (kemampuan dasar) kepada siswa.
3.      Mengingatkan kompetensi prasyarat.
4.      Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang dipelajari.
5.      Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6.      Memunculkan aktifitas dan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
7.      Memberikan umpan balik (feed back).
8.      Melakukan tagihan tagihan terhadap siswa berupa tes dan kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
9.      Mengumpulkan setiap materi yang dilemparkan diakhir pembelajaran.
            Menurut Paul dalam Yamin (2004) jenis aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
1.      Kegiatan visual, seperti: membaca, melihat gambar–gambar, bereksperimen, berdemontrasi, mengamati orang lain bekerja.
2.      Kegiatan lisan (oral), seperti: mengemukakan fakta, mengajukan pendapat, memberi saran, mengajukan pertanyaan, wawancara, diskusi.
3.      Kegiatan mendengar, seperti: mendengarkan percakapan, diskusi, mendengarkan radio, pidato.
4.      Kegiatan menulis seperti: menulis cerita, laporan, karangan, membuat rangkuman, mengisi angket.
5.      Kegiatan menggambar seperti: menggambar, membuat grafik, bagan, diagram peta.
6.      Kegiatan metrik seperti: melakukan percobaan, melihat alat-alat, belajar berperan.
7.      Kegiatan mental seperti: mengingat, memecahkan masalah, menganalisis dan membuat keputusan.
8.   Kegiatan emosional seperti: minat, membedakan, berani, gembira, tenang,  bersemangat, dll.

2.1.5 Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung
            Alokasi waktu pembelajaran Matematika SMP adalah 4 jam  pembelajaran perminggu, dengan satu kali pertemuan 40 menit, minggu efektif dalam satu tahun pelajaran ( dua semester) adalah 34-38 minggu dan alokasi waktu Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung adalah 12 jam (Kumpulan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional  nomor 22,23,24  tahun 2006).
Standar Kompetensi
  Memahami sifat-sifat Tabung, Kerucut dan Bola serta menentukan ukurannya.
Kompetensi Dasar
  1. Mengindentifikasi unsur-unsur Tabung, Kerucut dan Bola.
  2. Menghitung luas selimut dan volume Tabung, Kerucut dan Bola.
  3. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan Tabung, Kerucut dan Bola.
( Kumpulan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 22, 23, 24 tahun 2006).
Sub pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung meliputi:




2.1.5.1.Unsur-Unsur pada Tabung dan Kerucut.
2.1.5.1.1 Unsur-Unsur Tabung.




                        Gambar 2.1 Unsur tabung
            Gambar di atas menunjukkan sebuah tabung. Tabung terdiri dari sisi alas yang selanjutnya disebut tutup, dan sisi lengkung yang selanjutnya disebut dengan selimut tabung.
            Sisi alas dan sisi atas (tutup) tabung berbentuk lingkaran yang kongruen (sama bentuk dan sama ukurannya).
Garis OA,OB,OC disebut jari-jari alas tabung.
Garis AB disebut diameter atau garis tengah tabung.
Garis BQ atau AP disebut tinggi tabung.
2.1.5.1.2 Unsur-Unsur pada Kerucut.


 





  Gambar 2.2 Unsur kerucut
            Pada gambar di atas menunjukkan sebuah kerucut. Kerucut terdiri dari sisi alas yang berbentuk lingkaran dan sisi lengkung yang selanjutnya disebut dengan selimut kerucut.
Garis OA,OB dan OC disebut jari-jari alas kerucut
Garis AB disebut dengan diameter atau garis tengah alas kerucut
Garis TO disebut tinggi kerucut
Garis TA dan TB, yaitu garis yang menghubungkan titik puncak kerucut dengan titik pada keliling alas yang disebut dengan garis pelukis.

2.1.5.2. Jaring –jaring Tabung dan Kerucut
2.1.5.2.1. Jaring-jaring Tabung



                       
 Gambar 2.3 jaring-jaring tabung
            Gambar di atas menunjukkan sebuah tabung dengan panjang jari-jari alas r dan tinggi t, Tabung tersebut diiris menurut rusuk lengkung atas, rusuk lengkung bawah, dan garis PQ. Kemudian direbahkan sehingga menjadi bangun datar yang ditunjukkan pada gambar.
            Bagian datar pada gambar disebut dengan jaring-jaring tabung jaring-jaring tabung terdiri dari dua lingkaran yang kongruen dan sebuah persegi panjang.

2.1.5.2.2. Jaring-jaring Kerucut 



                        Gambar 2.4 Jaring-jaring kerucut
            Gambar di atas menunjukkan sebuah kerucut dengan panjang jari-jari alas r dan tinggi t. Kerucut pada gambar di iris menurut rusuk lengkung dengan garis pelukis TQ. Kemudian direbahkan sehingga terjadi bidang datar seperti ditunjukkan pada gambar. Bangun datar yang terjadi disebut jaring-jaring kerucut. Jaring-jaring kerucut terdiri dari sebuah lingkaran dan sebuah jaring lingkaran.





2.1.5.3 Luas Sisi Tabung, Kerucut, dan Bola
2.1.5.3.1  Luas Sisi Tabung

           


Gambar 2.5 Luas sisi tabung
            Dari gambar tersebut dapat diamati bahwa jaring-jaring selimut (sisi lengkung) tabung berbentuk peregi panjang dengan ukuran sebagai berikut:
Panjang selimut                       = Keliling lingkaran
Lebar selimut tabung              = Tinggi tabung
            Dengan demikian luas selimut tabung dapat ditentukan dengan cara berikut ini.
Luas selimut tabung                = Keliling lingkaran x tinggi
                                                = 2pr t
Setelah diperoleh rumus untuk luas selimut Tabung, maka dapat ditentukan pula rumus luas seluruh sisi tabung, yaitu:
Luas seluruh sisi tabung          = Luas alas + luas tutup + luas selimut
                                                = pr2 + pr2  + 2 pr t
                                                = 2 pr (r + t)

2.1.5.3.2. Luas Sisi Kerucut
           


           
Gambar 2.6 Luas sisi kerucut
            Gambar 2.6 adalah jaring-jaring selimut kerucut setelah kerucut diiris menurut garis pelukis s. ternyata, jaring-jaring selimut kerucut tersebut merupakan juring lingkaran dengan ukuran sebagai berikut:
Panjang jari-jari           = s (garis pelukis)
Panjang busur              = 2 pr
            Dengan demikian, luas selimut kerucut dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan luas juring dan perbandingan panjang busur sebagai berikut:
=

=
=
Luas selimut kerucut =
Luas selimut kerucut =rs
Berdasarkan rumus luas kerucut, maka dapat ditentukan luas seluruh isi  kerucut, yaitu :
            Luas sisi kerucut         = Luas alas + luas selimut
                                                = r­­­­­­­2  + rs
                                                = r (r+s)

2.1.5.3.3. Luas Permukaan Bola


\

Gambar 2.7 Luas permukaan bola
            Gambar 2.7 adalah setengah bola yang yang terbuat dari plastik, kemudian permukaan setengah bola tersebut dililit dengan benang mulai dari puncaknya sehingga benang tersebut menutupi permukaan setengah bola tanpa celah dan tidak saling menutupi (bertumpuk).
            Selanjutnya benang yang digunakan untuk menutupi permukaan setengah bola dibuka lilitannya, kemudian dipakai untuk menutupi lingkaran nilai dari titik pusat dengan jari-jari lingkaran sama dengan jari-jari bola yaitu r. Ternyata benang tersebut dapat digunakan untuk menutupi dua buah lingkaran.
Dari hasil percobaan di atas dapat diperoleh hubungan berikut:
Luas permukaan bola  = 2 ´ luas setengah bola
                                    =  2 ´ (2 ´ luas lingkaran)
                                    = 2 ´ (2r­­­­­­­2  )
                                    = 4r­­­2

2.1.5.4  Volume Tabung, Kerucut, dan Bola
2.1.5.4.1  Volume Tabung




Gambar 2.8 Volume tabung
Gambar di atas adalah tabung dengan panjang jari-jari alas = r dan tinggi = t kemudian disekat-sekat menjadi bangunan yang sama besar seperti ditunjukan pada gambar di atas sehingga juring-juring yang terbentuk pada bidang atas tabung memiliki sudut sama besar.
            Selanjutnya, bangun-bangun tersebut dirangkai sehingga terbentuk bangun seperti di atas. Jika besar sudut pusat juring yang disekat semakin kecil, maka garis AB dan DC makin mendekati garis lurus, sehingga bangun yang terjadi merupakan prisma.
            Berdasarkan uraian di atas, diperoleh hubungan bahwa luas alas tabung sama dengan luas alas prisma sehingga diperoleh hubungan berikut ini.
            Volume tabung = Volume prisma
                                    = Luas alas prima x tinggi prisma
                                    = Luas alas tabung x tinggi tabung
                                    = Luas lingkaran x t
                                    = r­­­2 ´ t
                                    = r­­­2  t
Untuk setiap tabung (silinder) berlaku rumus berikut :
                                    V=r­­­2 ´ t
            Dengan v= volume, r= jari-jari, t= tinggi dan nilai = 3,14 atau  =
V = Luas alas ´ t
V =  r­­­2 ´ t

2.1.5.4.2. Volume Kerucut
Karena kerucut dapat dipandang sebagai limas yang alasnya berbentuk lingkaran, maka rumus volume  limas berlaku untuk kerucut, sehingga :




`              
Gambar 2.9 Volume kerucut

            V = luas alas ´ t
            V=  r­­­2t
Pada gambar dibuat garis pelukis, yaitu garis yang menghubungkan titik puncak kerucut dengan titik pada keliling lingkaran. Ternyata s, r, dan t merupakan sisi-sisi pada sebuah segitiga siku-siku, sehingga dapat diperoleh rumus:
            s2 = t2 + r2



2.1.5.4.3. Volume Bola




                                       
      Gambar 2.10 Volume bola
            Gambar di atas merupakan setengah bola dengan panjang jari-jari r, dan sebuah kerucut dengan panjang jari-jari r dan tinggi r juga. Jika kerucut diisi penuh dengan tepung, kemudian tepung tersebut dituangkan dalam setengah bola dapat memuat tepat 2 kali volume kerucut, sehingga dapat dituliskan persamaan sebagai berikut :
            Volume bola    = 2 ´  setengah volume bola
                                    = 2 ´ 2 ´ volume kerucut
                                    = 4 ´ r­­­2t
                                    =r­­­2t













2.2 Kerangka konseptual
            Banyak metode mengajar yang dapat digunakan guru dalam mengajar, salah satunya adalah metode penemuan Bruner. Metode penemuan ini adalah metode yang tepat , efektif, dan efisien dalam proses belajar mengajar matematika disamping metode lainnya. Metode ini melibatkan seluruh aktifitas siswa dalam belajar. Siswa dilibatkan dalam proses kegiatan mental melalui menbaca sendiri, mencoba sendiri agar dapat belajar sendiri dan guru membimbing dan memberi instruksi. Siswa tidak hanya menerima informasi saja tetapi siswa juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada guru dan kepada siswa lainnya. Siswa belajar mandiri, menemukan dan dapat mencari selesaian dari suatu permasalahan yang diberikan.
            Pelaksanaan metode penemuan Bruner dalam pengajaran Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung  dilaksanakan dengan melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan luas permukaan dan volume dari tabung, kerucut, dan bola. Dengan terbiasanya siswa belajar melalui penemuan sendiri, kesulitan-kesulitan dalam mempelajari Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung dapat teratasi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.














BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009. Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil.

3.2.            Subjek dan Objek Penelitian
3.2.1.                              Subjek Penelitian
Dari 7 (tujuh) kelas siswa kelas IX SMP N 1 Badar diambil satu kelas sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian dipilih secara acak karena berdasarkan informasi dari wakil kepala sekolah dan guru SMP N 1 Badar kemampuan belajar siswa setiap kelas homogen.
3.2.2. Objek Penelitian
            Objek penelitian ini adalah Penerapan Teori Belajar Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester 1 SMP N 1 Badar T.A. 2008/2009.

3.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan, mendiskripsikan, dan mencatat perkembangan proses belajar mengajar di kelas dalam pembelajaran Bangun Ruang sisi Lengkung dengan menerapkan teori belajar Bruner. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif berguna menemukan data yang berbentuk kata-kata.

3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1.      Persiapan penelitian mencakup penyusunan skenario pembelajaran, menyusun kisi-kisi tes, menyusun tes, penyusunan lembar observasi.
2.     
23
 
Memberikan tes awal kepada siswa.
3.      Memeriksa dan menilai hasil tes awal siswa.
4.      Melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan teori belajar Bruner.
5.      Melakukan observasi pada saat pembelajaran yang dilakukan guru matematika.
6.      Memberikan tes akhir setelah materi berakhir.
7.      Memeriksa dan menilai hasil tes siswa.
8.      Melakukan analisis data dari tes hasil belajar.

3.5. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain pretes-postes pada skema berikut ini:













O
 
 





            Keterangan :
            X = Treatment (perlakuan)
            Y1 = Pemberian pretes
            Y2 = Pemberian posttes
            O = Observasi

3.6. Alat Pengumpul Data
3.6.1        Tes
            Yang dijadikan sebagai instrumen dalam penelitian ini adalah  evaluasi belajar posttes. Sebelum tes diujikan diadakan pembelajaran dengan teori belajar penemuan Bruner.
Data dalam penelitian ini dianalisis untuk mengetahui kesimpulan terhadap pelaksanaan penerapan teori belajar Bruner pada pembelajaran Bangun Ruang Sisi Lengkung. Diantaranya melihat tingkat kemampuan siswa dan masalah-masalah yang dihadapi siswa. Adapun teknik analisis data yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :
1.      Reduksi Data
Setelah tes hasil belajar dilakukan, selanjutnya tes tersebut dikoreksi, dipelajari dan ditelaah yang bertujuan untuk menggolongkan, menyusun data dan mengorganisasikan jawaban –jawaban siswa berdasarkan butir soal.
Tabel 3.1 Kriteria pemberian skor soal yaitu:
Langkah
Interval
Keterangan
I
(0-5)
Skor 0  : Tidak memberikan jawaban
Skor 1  : Menulis diketahui dan ditanya tidak lengkap
Skor 2  : Menulis diketahui dan ditanya dengan lengkap
Skor 3  : Menulis diketahui dan ditanya dengan lengkap
Skor 4  : Menulis aturan penyelesaian dengan tuntas tetapi hasilnya salah
Skor 5  : Menulis aturan penyelesaian dengan tuntas dan hasilnya benar.  

3.6.2  Lembar Observasi
            Observasi adalah teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.Untuk mengumpulkan data selama proses pembelajaran berlangsung peneliti dibantu oleh observan yaitu guru Matematika di kelas yang diajar (kelas yang dilakukan penelitian). Menurut Sudjana (2006) peran observan adalah mengamati dan menilai aktivitas pembelajaran yang berpedoman pada lembar obseravasi yang telah disiapkan. Hasil observasi kemudian di analisa.

3.7. Teknik Analisis Data
Setelah tes hasil belajar dilakukan, selanjutnya tes tersebut dikoreksi, dipelajari dan ditelaah yang bertujuan untuk menggolongkan, menyusun data dan mengorganisasikan jawaban–jawaban siswa berdasarkan butir soal. pembelajaran pada penelitian ini  ditinjau dari aspek tingkat penguasaan materi pembelajaran pada siswa secara individual.

a.       Tingkat Penguasaan Siswa
Tingkat penguasaan siswa dapat ditentukan dengan memakai hitungan :
PPH (Persentase Pencapaian Hasil Belajar).
      (Suryosubroto, 2002)
Penguasaan siswa tercermin pada tinggi rendahnya skor mentah yang dicapai oleh siswa tersebut.
Tabel 3.2 Pedoman Tingkat Penguasaan Siswa
Tingkat Penguasaan
Kategori
90-100 %
Sangat Tinggi
80-89 %
Tinggi
65-79 %
Sedang
55-64 %
Rendah
0-54 %
Rendah Sekali
Nurkancana, (1986) dalam Sri Handayani
Tingkat penguasaan siswa secara klasikal (kelas) akan dipenuhi jika minimal termasuk ke dalam kategori sedang.
b.      Hasil Observasi
Dari hasil observasi yang telah dilakukan abserver, dilakukan penganalisaan dengan menggunakan rumus :
                          (Suryosubroto, 2002)
Dimana            Pi = Hasil Pengamatan pada Pertemuan ke-i
Selanjutnya : dicari rata-rata hasil pengamatan dengan mengunakan rumus :
                                                       (Suryosubroto, 2002)
        
Dengan :
                        K = Rata-rata hasil pertemuan
                        n = Banyaknya pertemuan

Dengan kriteria :
3.40 – 4.0           =  Hasil observasi adalah amat baik
2.80 – 3.39         =  Hasil observasi adalah baik
2.60 – 2.79         =  Hasil observasi adalah sedang
2.20 – 2.59         =  Hasil observasi adalah kurang
0.00 – 2.19         =  Hasil observasi adalah sangat kurang
         (UPPL Unimed 2006)
         Pembelajaran dikatakan tuntas jika dari hasil pengamatan observer, pembelajaran termasuk dalam kategori baik atau baik sekali.


















DAFTAR PUSTAKA

Adinawan, Sugijono, (2006), Matematika 3A, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Budiningsih, A.C., (2005),  Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dahar, R, (1996), Teori-Teori Belajar, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, (2005), Buku Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa dan Standar Operasional (SOP) Kepebimbingan Skripsi Program Studi Pendidikan. Medan, FMIPA Unimed
Handayani, Sri., (2007), Penerapan Teori Belajar Bruner Dalam Memahami Konsep Pecahan di Kelas V SD Swasta Yayasan Kemula Byangkari Rantau Prapat Tahun Ajaran 2006/2007, Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan, Unimed
Panen, P., (2002), Belajar Dan Pembelajaran 1, Pusat penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta
PISA (2007), Http://www. Zainurie.Wordpress.com.(Accessed Agustus-September 2007)
Sagala, S., (2005), Konsep Dan Makna Pembelajaran, Penerbit Alfabeta, Bandung
Sinambela, H., (2006), Efektifitas Penggunaan Pendekatan Kooperatif dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Sub Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear dua Peubah di Kelas X SMA N 5 Medan T.P, 2005/2006., Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.
Sudjana. N., (2006), Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Penerbit P.T. Remaja, Jakarta
Suryosubroto, (2002), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta
Tim UPPLT, (2006), Buku Petunjuk Operasional Program Lapangan Terpadu Program S1. Medan, Unimed.

UNSW (2007), Http://www.Sampoenafoundation. Org. (accesed November-Desember 2007)
Usman, U., (2005), Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung.