BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Matematika adalah salah satu bidang studi
yang diberikan di sekolah. Matematika diberikan mulai dari tingkat dasar sampai
tingkat tinggi. Matematika menjadi mata pelajaran wajib di tiap-tiap sekolah
yang dipandang sebagai salah satu mata pelajaran yang sangat penting dan
berguna untuk dipelajari untuk oleh setiap peserta didik. Dalam hal ini matematika
dipelajari di sekolah sebagai materi utama, namun banyak mengalami kesulitan
dalam mempelajari matematika. Kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari
matematika disebabkan oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah
rendahnya kemampuan siswa. Penyebab rendahnya kemampuan siswa pada umumnya
siswa lebih suka menghafal dari pada latihan dan analisa.
Oleh karena itu dalam pengajaran sangat
penting untuk mengembangkan model pembelajaran yang secara khusus cocok dengan
kelas yang akan dibinanya. Salah satu adalah dengan menggunakan teori penemuan
Bruner karena pembelajaran menggunakan penemuan Bruner melatih siswa dalam
berpikir kritis, menemukan pemecahan masalah sendiri.
Lebih lanjut dikatakan tanpa matematika,
dunia akan hancur (http:// sampoenafoundation. Org). Lebih lanjut dikatakan,
matematika bisa digunakan untuk memakmurkan negeri ini dan bisa membantu Indonesia
keluar dari kondisi kritis, termasuk dalam persoalan lingkungan. Kuncinya,
matematika jangan hanya digunakan sebagai alat untuk menghitung. Matematika
harus digunakan sedemikian rupa agar bisa benar-benar bermanfaat untuk
kehidupan dan itu harus ditanamkan dalam benak siswa sejak awal sehingga jangan
sampai generasi muda (siswa)takut belajar matematika.
|
1.Data UNESCO menunjukkan, peringkat
matematika Indonesia berada dideretan 34 dari 38 negara. Sejauh ini Indonesia masih
belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah.
2.Hasil penelitian Tim Prongrammer of
Internasional Student Assesment (PISA) menunjukan, Indonesia menempati
peringkat 9 dari 41 negara pada kategori literatur matematika.
Ada beberapa hal yang
menyebabkan prestasi matematika Indonesia rendah, diantaranya :
- Tantangan mayoritas soal yang diberikan guru matematika di Indonesia terlalu kaku. Umumnya, siswa di Indonesia lebih banyak mengerjakan soal yang diekspresikan dalam bahasa dan simbol matematika yang diset dalam konteks atau soal yang jauh dari realitas sehari-hari.
- Siswa Indonesia pada umumnya lebih suka menghafal dari pada latihan dan analisa. Padahal matematika menuntut banyak latihan dan analisa
- Cara guru menyampaikan materi pelajaran yang tidak sesuai. Baik karena metode yang tidak sesuai dengan materi atau karena cara penyampaian yang tidak menyenangkan.
- Siswa menganggap matematika sebagai momok yang menakutkan.
- Metode pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan tradisional yang menempatkan peserta didk dalam proses belajar mengajar.
- Anggapan bahwa matematika sulit sehingga membuat siswa kurang berminat untuk belajar matematika.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
oleh peneliti siswa pada umumnya lebih suka menghafal daripada latihan dan
analisa. Padahal matematika menuntut banyak latihan dan analisa. Kebanyakan
pelajaran matematika yang disampaikan guru berupa rumus-rumus seringkali hanya
dihafal siswa tanpa mengetahui makna dan tujuan rumus-rumus matematika
tersebut, sehingga mempengruhi hasil belajar siswa.
Menurut Sinambela (2006) faktor lain yang
menyebabkan rendahnya prestasi matematika yakni dalam penyampaian pelajaran
guru kebanyakan menoton pada metode pengajaran tersebut langsung pada siswa
tanpa membuat siswa tersebut memiliki konsep dasar tentang materi pelajaran tersebut sehingga siswa terfokus
pada konsep yang diberikan oleh guru yang mematikan pola pikir siswa untuk dapat
berpikir dengan jelas, logis, sistematis, bertanggung jawab dan memiliki
kepribadian yang baik serta keterampilan untuk menyelesaikan persoalan dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan masalah-masalah di atas
peneliti mencoba menerapkan Teori Balajar Penemuan yang dikemukakan oleh Bruner
dalam Dahar (1996), ”Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh siswa, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang baik,
berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertai menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Bruner
menyarankan agar siswa-siswi hendahnya belajar melalui berpartisipasi secara
aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk
memperoleh pengalaman, dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengijinkan
mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Cara belajar yang baik menurut Bruner dalam
Dahar (1996) adalah Belajar ponemuan yaitu belajar dengan cara penyajian
enaktif, ikonik, dan simbolik. Penyajian secara enaktif adalah melalui tindakan
guru, cara ikonik melalui sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep
dan cara simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa.
Secara khusus belajar penemuan melatih
keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan
orang lain. Dahar (1996) menyatakan bahwa belajar penemuan membangkitkan
keinginan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban.
Dengan diterapkan teori belajar Penemuan dalam kegiatan pembelajaran diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar.
Mengingat hal itu, teori Bruner akan
diterapkan pada penelitian ini pada pokok bahasan yang akan dipilih adalah Bangun
Ruang Sisi Lengkung, hal ini karena topik yang sangat penting dikuasai siswa
mengingat aplikasi dan kegunaanya banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan latar belakang diatas maka penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Teori Belajar
Penemuan Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester
I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah diuraikan di atas dapat diidentifikasikan masalah. Beberapa masalah yang
dapat diidentifikasi antara lain:
- Prestasi belajar matematika siswa rendah.
- Siswa kesulitan dalam menterjemahkan dan menggunakan rumus-rumus pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.
- Peran aktif siswa dalam proses belajar mengajar masih rendah.
- Rendahnya minat siswa dalam mempelajari matematika.
- Metode pengajaran guru lebih menekan pada keaktifan guru daripada keaktifan siswa.
1.3 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan,
maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
- Bagaimana tingkat kemampuan belajar siswa dengan menerapkan teori belajar penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009 ?
- Bagaimana aktifitas siswa dalam penerapan pembelajaran penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009 ?
1.4 Batasan Masalah
Agar
penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi yaitu : Bagaimana Penerapan Teori Belajar Penemuan Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang
Sisi Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009.
1.5 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan
penelitian adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa
belajar siswa dengan menerapkan teori belajar penemuan Bruner dalam menyelesaikan Bangun
Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX
Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009.
2. Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam
pembelajaran penemuan Bruner dalam
menyelesaikan Bangun Ruang Sisi Lengkung pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi
Lengkung di Kelas IX Semester I SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009 .
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan diadakan
penelitian diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai masukan bagi guru
di SMP N 1 Badar tentang teori belajar Bruner yang diterapkan pada Pokok
Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.
2. Sebagai bahan informasi sekaligus sebagai bahan pegangan
bagi peneliti dalam menjalankan tugas pengajaran sebagai calon tenaga pengajar
di masa akan datang.
3. Sebagai bahan acuan
bagi peneliti lain yang berkaitan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis
2.1.1 Konsep Belajar
Pendidikan
matematika di sekolah menengah adalah kemampuan dasar serta kemampuan mengembangkan dalam menguasai
matematika pada tingkat yang lebih tinggi. Ini berarti proses belajar
metematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara
kontinu.
Untuk
menangkap isi dan pesan belajar, maka dalam belajar tersebut individu menggunakan
kemampuan ranah-ranah yaitu : (1) kognitif yaitu: kemampuan berkenaan dengan
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi, (2)
afektif yaitu : kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, partisipasi,
penilaian/penentu, sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup, (3)
psikomotorik yaitu: kemampuan mengutamakan keterampilan jasmani yang terdiri
dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan
kompleks, penyesuaian gerakan dan aktifitas.
Penampilan-penampilan yang dapat
diamati sebagai hasil belajar menurut Gagne dalam Sagala (2005) disebut dengan
keterampilan-keterampilan. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh
siswa adalah kemampuan menurunkan sendiri pola-pola materi tersebut. Dari
pengetahuan baru dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil
belajar siswa dapat dilihat dengan adanya perubahan tingkah laku pada diri
siswa yang merupakan hasil dari proses belajar mengajar yang siswa alami.
Rendahnya hasil belajar siswa di sekolah-sekolah antara lain dipengaruhi oleh
metode pengajaran, interaksi antara guru dengan siswa.
|
Perubahan yang terjadi akibat proses
belajar mengajar disebut dengan hasil belajar, dengan mengukur hasil belajar
akan diketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai.
2.1.3 Belajar Penemuan
2.1.3.1. Teori Belajar Penemuan Bruner
Bruner adalah seorang ahli psikologi
kognitif (1915) yang memberikan dorongan agar pendidikan memberikan perhatian
pada pentingnya pengembangan berpikir. Salah satu model instruksional kognitif
yang sangat mempengaruhi ialah model Bruner (1996) yang dikenal dengan nama
Penemuan (Discovery Learning).
Bruner menganggap bahwa belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh siswa dan dengan
sendirinya memberikan hasil yang lebih baik, siswa berusaha sendiri untuk
mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna.
Menurut Dahar (1996) siswa hendaknya
belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip agar siswa dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan
eksperimen yang mengijinkan siswa untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.
Model pemahaman konsep dari Bruner
dalam Budiningsih (2005) menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman
konsep merupakan dua kegiatan mengkategorikan yang berbeda yang menuntut proses
berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan yang mengkategorikan meliputi
mengindentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek atau peristiwa) ke dalam
kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu. Dalam pemahaman konsep-konsep
sudah ada sebelumnya. Sedangkan pembetukan konsep adalah sebaliknya, yaitu
tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan
penemuan konsep.
Menurut Bruner dalam Budiningsih (2005)
bahwa kegiatan mengkategorikan memiliki dua komponen yaitu: (1) tindakan
pembentukan konsep, dan (2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama
adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan keduanya
adalah:
1.
Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku yang
mengkategorikan ini berbeda.
2.
Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama.
3.
Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang
berbeda.
Menurut
Dahar (1996) pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukan
beberapa kebaikan yaitu:
1.
Pengetahuan itu bertahan lama atau lama untuk diingat,
atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari
dengan cara-cara lain.
2.
Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang
lebih baik daripada hasil belajar lainya. Dengan perkataan lain, konsep-konsep
atau prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seorang lebih mudah
diterapkan pada situasi baru.
3.
Secara menyeluruh belajar penemuan untuk berpikir
secara bebas. Secara khusus, belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan
kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang
lain.
Selanjutnya
juga dikemukakan Dahar (1996) bahwa belajar penemuan membangkitkan
keingintahuan siswa, memberikan motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan
jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan
keterampilan-keterampilan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain dan
meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya
menerima saja.
Penggunaan belajar penemuan
diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada
struktur bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar atau
prinsip-prinsip dari bidang studi itu. Bila siswa telah menguasai struktur
dasar, maka tidak sulit baginya mempelajari bahan pelajaran lain dalam bidang
studi yang sama dan siswa akan lebih mudah ingat akan bahan baru itu. Hal ini
disebabkan karena telah memperoleh kerangka pengetahuan yang bermakna, yang
dapat digunakan untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang
studi itu dan dengan demikian dapat memahami hal-hal yang mendetail.
Menurut Bruner dalam Dahar (1996)
mengerti suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu sedemikian rupa
sehingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari struktur adalah mempelajari
bagaimana hal-hal dihubungkan.
Ada beberapa manfaat
belajar penemuan menurut Panen (2002)
yaitu :
- Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah bermakna.
- Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tertinggal lama dan mudah diingat.
- Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab yang diinginkan dalam belajar penemuan agar siswa dapat mendemontrasikan pengetahuan yang diterima.
- Transfer dapat ditingkatkan dimana generalisasi telah ditemukan sendiri oleh siswa dari pada disajikan dalam bentuk jadi.
- Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam menciptakan motivasi belajar.
- Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.
2.1.3.2. Teori Mengajar Bruner
Dalam bagian terdahulu telah
dijelaskan beberapa prinsip belajar menurut Bruner. Dalam bagian ini akan
dibahas bagaimana pengajaran atau instruksi dilaksanakan sesuai dengan teori
yang telah dikemukakan tentang belajar.
Menurut Bruner dalam Dahar (1996)
suatu teori hendaknya meliputi:
1.
Pengalaman–pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan
dapat belajar.
Belajar dan pemecahan masalah tergantung kepada
penyelidikan alternatif-alternatif. Oleh karena itu pengajaran harus memperlancar
mengatur penyelidikan alternatif ditinjau dari segi siswa. Penyelidikan
alternatif-alternatif membutuhkan aktivitas, pemeliharaan dan penghargaan.
Dengan perkataan lain, penyelidikan alternatif membutuhkan sesuatu untuk dapat
mulai, sesudah mulai keadaan ini harus dipelihara atau dipertahankan, kemudian
dijaga agar tidak kehilangan.
2.
Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal.
Struktur suatu dominan pengetahuan mempunyai tiga ciri
dan setiap ciri itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya. Ketiga
ciri itu adalah cara penyajian (metode repsentation), ekonomi dan kuasa
(power). Cara penyajian, ekonomi dan kuasa bila dihubungkan dengan usia, ” gaya ” para siswa dan
jenis bidang studi.
Ada
tiga penyajian yaitu enaktif, ikonik, dan simbolik. Penyajian dengan cara
enaktif adalah melalui tindakan guru, cara ikonik melalui sekumpulan
gambar-gambar yang mewakili suatu konsep dan cara simbolik yakni dengan
menggunakan kata-kata atau bahasa.
3.
Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran
secara optimal.
Dalam mengajar, siswa dibimbing melalui urutan
pertanyaan-pertanyaan dari suatu masalah atau kesimpulan pengetahuan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menerima, mengubah dan mentransfer apa yang
telah dipelajarinya. Jadi urutan materi pelajaran dalam suatu domain
pengetahuan mempengaruhi kesulitan yang dihadapi siswa dalam mencapai
penguasaan.
4.
Bentuk dan pemberian Reinforsemen.
Dalam teorinya, Bruner mengemukakan bahwa dalam bentuk
hadiah atau pujian dan hukuman harus dipikirkan. Demikian pula pujian dan
hukuman itu diberikan salama proses belajar mengajar, secara intuitif, jelas
bahwa proses belajar mengajar berlangsung, ada suatu hadiah ekstrinsik bergeser
kehadiah intrinsik. Sebagai hadiah ekstrinsik misalnya berupa pujian dari guru,
sedangkan intrinsik timbul hasil memecahkan masalah.
2.1.3.3. Penerapan Teori Belajar Penemuan dalam
Pembelajaran
Menurut
Bruner dalam Dahar (1996) bahwa ada tiga cara penyampaian atau penyajian materi
pelajaran (informasi) yaitu cara penyajian enaktif, ikonik, dan simbolik.
Cara
penyajian enaktif adalah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif, dengan
cara ini siswa mengetahui suatu aspek dari kenyataan tanpa menggunakan
kata-kata atau pikiran. Jadi cara ini terdiri atas penyajian kejadian-kejadian
melalui respon-respon motorik yang dilakukan dengan satu set kegiatan-kegiatan
untuk mencapai hasil tertentu. Jadi penyajian cara enaktif pada dasarnya
melatih siswa untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat memperlihatkan
kejadian atau pristiwa secara nyata.
Cara
penyajian ikonik didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh
sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefenisikan
sepenuhnya konsep-konsep itu. Penyajian ikonik terutama dikendalikan oleh
prinsip-prinsip organisasi perseptual dan oleh transformasi-transformasi secara
ekonomis dalam organisasi perseptual. Menurut Dahar (1996) ‘penyajian ikonik
didasarkan pada belajar tentang respon-respon dan bentuk-bentuk kebiasaan”.
Penyajian
simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa. Penggunaan penyajian simbolik
didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel. Penyajian simbolik
dibuktikan oleh kemampuan siswa lebih memperhatikan proposisi atau pernyataan
dari pada objek-objek, memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep dan
memperhatikan kemungkinan alternatif dalam suatu cara kombitorial. Dalam
penerapan belajar, ketiga cara penyajian materi pelajaran di atas secara
bersamaan. Penelitian ini akan menerapkan ketiga cara penyajian materi
pelajaran tersebut.
2.1.3.4. Peranan Guru dalam Teori Belajar
Penemuan Bruner
Menurut
Dahar (1996) ada lima
peran guru yang dirangkum untuk dapat dilaksanakan dalam pembelajaran yang
intinya :
1.
Merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga
pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki oleh
para siswa.
2.
Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai
dasar bagi siswa untuk memecahkan masalah. Materi pelajaran itu dapat mengarah
pada pemecahan masalah yang aktif dan belajar penemuan. Siswa dituntut untuk
menyelidiki berbagai masalah, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba untuk
menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang mendasari masalah.
3.
Guru seharusnya memperhatikan tiga cara penyajian
pembelajaran yaitu: dengan cara enaktif, ikonik, dan simbolik. Untuk menjamin
keberhasilan belajar, guru hendaknya jangan menggunakan cara penyajian yang
tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Disarankan agar guru mengikuti dari
enaktif ke ikonik dan simbolik, jadi demikian pula harapan tentang urutan
pengajaran.
4.
Guru hendaknya sebagai seorang tutor. Bila siswa
memecahkan masalah di laboratorium atau teoritis, guru hendaknya jangan
mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari tetapi
guru hendaknya memberikan saran-saran bila diperlukan dan memberi umpan balik
pada waktu tertentu sedemikian rupa sehingga siswa tidak selalu tergantung pada
pertolongan guru.
5.
Menilai hasil belajar siswa merupakan salah satu
belajar penemuan penilaian hasil belajar penemuan tentang prinsip-prinsip dasar
mengenai suatu bidang studi dan kemampuan siswa tidak menerapkan
prinsip-prinsip itu pada situasi baru. Untuk maksud ini bentuk tes dapat berupa
tes okjektif atau tes essai.
2.1.4 Aktifitas Belajar
Proses
belajar yang dilakukan di kelas merupakan aktifitas mentranformasikan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan, pengajar diharapkan mampu mengembangkan
kapasitas belajar, kompetensi belajar dan potensi yang dimiliki oleh siswa
secara penuh. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan
mengembangkan bakat yang dimilikinya, berpikir kritis, dan dapat memecahkan
permasalahan–permasalahan dalam kehidupan sehari- hari.
Gagne dan Briggs dalam Yamin (2004) menjelaskan rangkaian kegiatan pembelajaran
yang dilakukan untuk menumbuhkan aktifitas dan partisipasi siswa di dalam kelas
meliputi sembilan aspeks yaitu :
1.
Memberikan
motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalan
pembelajaran.
2.
Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar) kepada siswa.
3.
Mengingatkan kompetensi prasyarat.
4.
Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang
dipelajari.
5.
Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya.
6.
Memunculkan aktifitas dan partisipasi siswa dalam
kegiatan pembelajaran.
7.
Memberikan umpan balik (feed back).
8.
Melakukan tagihan tagihan terhadap siswa berupa tes dan
kemampuan siswa selalu terpantau dan terukur.
9.
Mengumpulkan setiap materi yang dilemparkan diakhir
pembelajaran.
Menurut
Paul dalam Yamin (2004) jenis aktifitas belajar siswa sebagai berikut:
1.
Kegiatan visual, seperti: membaca, melihat
gambar–gambar, bereksperimen, berdemontrasi, mengamati orang lain bekerja.
2.
Kegiatan lisan (oral), seperti: mengemukakan fakta,
mengajukan pendapat, memberi saran, mengajukan pertanyaan, wawancara, diskusi.
3.
Kegiatan mendengar, seperti: mendengarkan percakapan,
diskusi, mendengarkan radio, pidato.
4.
Kegiatan menulis seperti: menulis cerita, laporan,
karangan, membuat rangkuman, mengisi angket.
5.
Kegiatan menggambar seperti: menggambar, membuat
grafik, bagan, diagram peta.
6.
Kegiatan metrik seperti: melakukan percobaan, melihat
alat-alat, belajar berperan.
7.
Kegiatan mental seperti: mengingat, memecahkan masalah,
menganalisis dan membuat keputusan.
8. Kegiatan emosional seperti:
minat, membedakan, berani, gembira, tenang, bersemangat, dll.
2.1.5 Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung
Alokasi
waktu pembelajaran Matematika SMP adalah 4 jam
pembelajaran perminggu, dengan satu kali pertemuan 40 menit, minggu
efektif dalam satu tahun pelajaran ( dua semester) adalah 34-38 minggu dan alokasi
waktu Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung adalah 12 jam (Kumpulan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor
22,23,24 tahun 2006).
Standar Kompetensi
Memahami sifat-sifat Tabung, Kerucut dan Bola
serta menentukan ukurannya.
Kompetensi Dasar
- Mengindentifikasi unsur-unsur Tabung, Kerucut dan Bola.
- Menghitung luas selimut dan volume Tabung, Kerucut dan Bola.
- Memecahkan masalah yang berkaitan dengan Tabung, Kerucut dan Bola.
( Kumpulan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional 22, 23, 24 tahun 2006).
Sub pokok bahasan
bangun ruang sisi lengkung meliputi:
2.1.5.1.Unsur-Unsur pada Tabung dan Kerucut.
2.1.5.1.1
Unsur-Unsur Tabung.
Gambar 2.1 Unsur tabung
Gambar
di atas menunjukkan sebuah tabung. Tabung terdiri dari sisi alas yang
selanjutnya disebut tutup, dan sisi lengkung yang selanjutnya disebut dengan
selimut tabung.
Sisi
alas dan sisi atas (tutup) tabung berbentuk lingkaran yang kongruen (sama
bentuk dan sama ukurannya).
Garis OA,OB,OC
disebut jari-jari alas tabung.
Garis AB
disebut diameter atau garis tengah tabung.
Garis BQ atau AP disebut tinggi
tabung.
2.1.5.1.2 Unsur-Unsur pada Kerucut.
Gambar 2.2 Unsur kerucut
Pada
gambar di atas menunjukkan sebuah kerucut. Kerucut terdiri dari sisi alas yang
berbentuk lingkaran dan sisi lengkung yang selanjutnya disebut dengan selimut
kerucut.
Garis OA,OB
dan OC disebut jari-jari alas kerucut
Garis AB
disebut dengan diameter atau garis tengah alas kerucut
Garis TO disebut tinggi kerucut
Garis TA dan TB, yaitu garis yang
menghubungkan titik puncak kerucut dengan titik pada keliling alas yang disebut
dengan garis pelukis.
2.1.5.2. Jaring –jaring Tabung dan Kerucut
2.1.5.2.1.
Jaring-jaring Tabung
Gambar 2.3 jaring-jaring tabung
Gambar di atas menunjukkan sebuah
tabung dengan panjang jari-jari alas r dan tinggi t, Tabung tersebut diiris
menurut rusuk lengkung atas, rusuk lengkung bawah, dan garis PQ. Kemudian
direbahkan sehingga menjadi bangun datar yang ditunjukkan pada gambar.
Bagian datar pada gambar disebut dengan
jaring-jaring tabung jaring-jaring tabung terdiri dari dua lingkaran yang
kongruen dan sebuah persegi panjang.
2.1.5.2.2. Jaring-jaring Kerucut
Gambar 2.4 Jaring-jaring kerucut
Gambar di atas menunjukkan sebuah
kerucut dengan panjang jari-jari alas r dan tinggi t. Kerucut pada gambar di
iris menurut rusuk lengkung dengan garis pelukis TQ. Kemudian direbahkan
sehingga terjadi bidang datar seperti ditunjukkan pada gambar. Bangun datar
yang terjadi disebut jaring-jaring kerucut. Jaring-jaring kerucut terdiri dari
sebuah lingkaran dan sebuah jaring lingkaran.
2.1.5.3 Luas Sisi Tabung, Kerucut, dan Bola
2.1.5.3.1 Luas Sisi Tabung
Gambar 2.5 Luas sisi tabung
Dari
gambar tersebut dapat diamati bahwa jaring-jaring selimut (sisi lengkung)
tabung berbentuk peregi panjang dengan ukuran sebagai berikut:
Panjang selimut = Keliling lingkaran
Lebar selimut tabung = Tinggi tabung
Dengan
demikian luas selimut tabung dapat ditentukan dengan cara berikut ini.
Luas selimut tabung = Keliling lingkaran x tinggi
=
2pr t
Setelah
diperoleh rumus untuk luas selimut Tabung, maka dapat ditentukan pula rumus luas
seluruh sisi tabung, yaitu:
Luas seluruh sisi tabung = Luas alas + luas tutup + luas
selimut
=
pr2
+ pr2
+ 2 pr t
=
2 pr
(r + t)
2.1.5.3.2. Luas Sisi Kerucut
Gambar 2.6 Luas sisi kerucut
Gambar
2.6 adalah jaring-jaring selimut kerucut setelah kerucut diiris menurut garis
pelukis s. ternyata, jaring-jaring selimut kerucut tersebut merupakan juring
lingkaran dengan ukuran sebagai berikut:
Panjang jari-jari = s (garis pelukis)
Panjang busur = 2 pr
Dengan
demikian, luas selimut kerucut dapat ditentukan dengan menggunakan perbandingan
luas juring dan perbandingan panjang busur sebagai berikut:
=
=
=
Luas selimut
kerucut =
Luas selimut
kerucut =rs
Berdasarkan rumus luas kerucut,
maka dapat ditentukan luas seluruh isi kerucut, yaitu :
Luas
sisi kerucut = Luas alas + luas
selimut
= r2
+ rs
=
r (r+s)
2.1.5.3.3. Luas Permukaan Bola
\
Gambar 2.7 Luas permukaan bola
Gambar 2.7 adalah setengah bola yang
yang terbuat dari plastik, kemudian permukaan setengah bola tersebut dililit
dengan benang mulai dari puncaknya sehingga benang tersebut menutupi permukaan
setengah bola tanpa celah dan tidak saling menutupi (bertumpuk).
Selanjutnya benang yang digunakan
untuk menutupi permukaan setengah bola dibuka lilitannya, kemudian dipakai
untuk menutupi lingkaran nilai dari titik pusat dengan jari-jari lingkaran sama
dengan jari-jari bola yaitu r. Ternyata benang tersebut dapat digunakan untuk
menutupi dua buah lingkaran.
Dari hasil percobaan di atas dapat
diperoleh hubungan berikut:
Luas permukaan bola = 2 ´ luas setengah bola
= 2 ´ (2 ´ luas lingkaran)
=
2 ´
(2r2
)
=
4r2
2.1.5.4 Volume Tabung, Kerucut,
dan Bola
2.1.5.4.1
Volume Tabung
Gambar 2.8 Volume tabung
Gambar
di atas adalah tabung dengan panjang jari-jari alas = r dan tinggi = t kemudian
disekat-sekat menjadi bangunan yang sama besar seperti ditunjukan pada gambar di
atas sehingga juring-juring yang terbentuk pada bidang atas tabung memiliki
sudut sama besar.
Selanjutnya, bangun-bangun tersebut
dirangkai sehingga terbentuk bangun seperti di atas. Jika besar sudut pusat
juring yang disekat semakin kecil, maka garis AB dan DC makin mendekati garis
lurus, sehingga bangun yang terjadi merupakan prisma.
Berdasarkan uraian di atas,
diperoleh hubungan bahwa luas alas tabung sama dengan luas alas prisma sehingga
diperoleh hubungan berikut ini.
Volume tabung = Volume prisma
= Luas alas
prima x tinggi prisma
= Luas alas
tabung x tinggi tabung
= Luas lingkaran
x t
= r2 ´ t
= r2 t
Untuk setiap
tabung (silinder) berlaku rumus berikut :
V=r2 ´ t
Dengan v= volume, r= jari-jari, t=
tinggi dan nilai = 3,14 atau =
V = Luas alas ´ t
V = r2 ´ t
2.1.5.4.2. Volume Kerucut
Karena kerucut
dapat dipandang sebagai limas yang alasnya berbentuk lingkaran, maka rumus
volume limas berlaku untuk kerucut,
sehingga :
`
Gambar 2.9 Volume kerucut
V
= luas alas ´ t
V= r2t
Pada gambar dibuat
garis pelukis, yaitu garis yang menghubungkan titik puncak kerucut dengan titik
pada keliling lingkaran. Ternyata s, r, dan t merupakan sisi-sisi pada sebuah
segitiga siku-siku, sehingga dapat diperoleh rumus:
s2
= t2 + r2
2.1.5.4.3.
Volume Bola
Gambar 2.10 Volume bola
Gambar di atas merupakan setengah
bola dengan panjang jari-jari r, dan sebuah kerucut dengan panjang jari-jari r
dan tinggi r juga. Jika kerucut diisi penuh dengan tepung, kemudian tepung
tersebut dituangkan dalam setengah bola dapat memuat tepat 2 kali volume
kerucut, sehingga dapat dituliskan persamaan sebagai berikut :
Volume
bola = 2 ´ setengah volume bola
=
2 ´
2 ´
volume kerucut
=
4 ´
r2t
=r2t
2.2 Kerangka konseptual
Banyak metode mengajar yang dapat
digunakan guru dalam mengajar, salah satunya adalah metode penemuan Bruner.
Metode penemuan ini adalah metode yang tepat , efektif, dan efisien dalam
proses belajar mengajar matematika disamping metode lainnya. Metode ini
melibatkan seluruh aktifitas siswa dalam belajar. Siswa dilibatkan dalam proses
kegiatan mental melalui menbaca sendiri, mencoba sendiri agar dapat belajar
sendiri dan guru membimbing dan memberi instruksi. Siswa tidak hanya menerima
informasi saja tetapi siswa juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada
guru dan kepada siswa lainnya. Siswa belajar mandiri, menemukan dan dapat
mencari selesaian dari suatu permasalahan yang diberikan.
Pelaksanaan metode penemuan Bruner
dalam pengajaran Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung dilaksanakan dengan melibatkan siswa secara
aktif dalam menemukan luas permukaan dan volume dari tabung, kerucut, dan bola.
Dengan terbiasanya siswa belajar melalui penemuan sendiri, kesulitan-kesulitan
dalam mempelajari Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung dapat teratasi
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di SMP N 1 Badar Tahun Ajaran 2008/2009. Penelitian ini akan
dilaksanakan pada semester ganjil.
3.2.
Subjek dan
Objek Penelitian
3.2.1.
Subjek
Penelitian
Dari
7 (tujuh) kelas siswa kelas IX SMP N 1 Badar diambil satu kelas sebagai subjek
penelitian. Subjek penelitian dipilih secara acak karena berdasarkan informasi
dari wakil kepala sekolah dan guru SMP N 1 Badar kemampuan belajar siswa setiap
kelas homogen.
3.2.2. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Penerapan
Teori Belajar Bruner pada Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung di Kelas IX Semester
1 SMP N 1 Badar T.A. 2008/2009.
3.3. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan,
mendiskripsikan, dan mencatat perkembangan proses belajar mengajar di kelas
dalam pembelajaran Bangun Ruang sisi Lengkung dengan menerapkan teori belajar
Bruner. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif berguna menemukan data yang berbentuk kata-kata.
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
1.
Persiapan penelitian mencakup penyusunan skenario
pembelajaran, menyusun kisi-kisi tes, menyusun tes, penyusunan lembar
observasi.
2.
|
3.
Memeriksa dan menilai hasil tes awal siswa.
4.
Melaksanakan pembelajaran dengan menerapkan teori
belajar Bruner.
5.
Melakukan observasi pada saat pembelajaran yang
dilakukan guru matematika.
6.
Memberikan tes akhir setelah materi berakhir.
7.
Memeriksa dan menilai hasil tes siswa.
8.
Melakukan analisis data dari tes hasil belajar.
3.5. Desain Penelitian
Desain penelitian
ini menggunakan desain pretes-postes pada skema berikut ini:
|
Keterangan
:
X
= Treatment (perlakuan)
Y1
= Pemberian pretes
Y2
= Pemberian posttes
O
= Observasi
3.6. Alat Pengumpul Data
3.6.1
Tes
Yang dijadikan sebagai instrumen
dalam penelitian ini adalah evaluasi
belajar posttes. Sebelum tes diujikan diadakan pembelajaran dengan teori belajar
penemuan Bruner.
Data dalam penelitian ini dianalisis untuk mengetahui kesimpulan terhadap
pelaksanaan penerapan teori belajar Bruner pada pembelajaran Bangun Ruang Sisi
Lengkung. Diantaranya melihat tingkat kemampuan siswa dan masalah-masalah yang
dihadapi siswa. Adapun teknik analisis data yang dilakukan peneliti adalah sebagai
berikut :
1.
Reduksi Data
Setelah tes hasil belajar dilakukan, selanjutnya tes tersebut dikoreksi,
dipelajari dan ditelaah yang bertujuan untuk menggolongkan, menyusun data dan
mengorganisasikan jawaban –jawaban siswa berdasarkan butir soal.
Tabel 3.1 Kriteria pemberian skor soal
yaitu:
Langkah
|
Interval
|
Keterangan
|
I
|
(0-5)
|
Skor 0 : Tidak memberikan jawaban
Skor 1 : Menulis diketahui dan ditanya tidak
lengkap
Skor 2 : Menulis diketahui dan ditanya dengan
lengkap
Skor 3 : Menulis diketahui dan ditanya dengan
lengkap
Skor 4 : Menulis
aturan penyelesaian dengan tuntas tetapi hasilnya salah
Skor 5 : Menulis aturan penyelesaian dengan tuntas
dan hasilnya benar.
|
3.6.2 Lembar Observasi
Observasi
adalah teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.Untuk mengumpulkan data selama proses
pembelajaran berlangsung peneliti dibantu oleh observan yaitu guru Matematika
di kelas yang diajar (kelas yang dilakukan penelitian). Menurut Sudjana (2006)
peran observan adalah mengamati dan menilai aktivitas pembelajaran yang
berpedoman pada lembar obseravasi yang telah disiapkan. Hasil observasi
kemudian di analisa.
3.7. Teknik Analisis Data
Setelah tes hasil belajar dilakukan, selanjutnya tes tersebut dikoreksi,
dipelajari dan ditelaah yang bertujuan untuk menggolongkan, menyusun data dan
mengorganisasikan jawaban–jawaban siswa berdasarkan butir soal. pembelajaran
pada penelitian ini ditinjau dari aspek
tingkat penguasaan materi pembelajaran pada siswa secara individual.
a.
Tingkat Penguasaan Siswa
Tingkat penguasaan siswa dapat ditentukan dengan
memakai hitungan :
PPH (Persentase Pencapaian Hasil Belajar).
(Suryosubroto,
2002)
Penguasaan siswa tercermin pada tinggi rendahnya skor mentah yang dicapai
oleh siswa tersebut.
Tabel 3.2 Pedoman Tingkat
Penguasaan Siswa
Tingkat
Penguasaan
|
Kategori
|
90-100 %
|
Sangat Tinggi
|
80-89 %
|
Tinggi
|
65-79 %
|
Sedang
|
55-64 %
|
Rendah
|
0-54 %
|
Rendah Sekali
|
Nurkancana, (1986) dalam Sri Handayani
Tingkat penguasaan siswa secara klasikal (kelas) akan dipenuhi jika
minimal termasuk ke dalam kategori sedang.
b.
Hasil Observasi
Dari
hasil observasi yang telah dilakukan abserver, dilakukan penganalisaan dengan
menggunakan rumus :
(Suryosubroto, 2002)
Dimana
Pi = Hasil Pengamatan pada Pertemuan
ke-i
Selanjutnya
: dicari rata-rata hasil pengamatan dengan mengunakan rumus :
(Suryosubroto,
2002)
Dengan
:
K = Rata-rata hasil pertemuan
n = Banyaknya pertemuan
Dengan
kriteria :
3.40 – 4.0 =
Hasil observasi adalah amat baik
2.80 – 3.39 =
Hasil observasi adalah baik
2.60 – 2.79 =
Hasil observasi adalah sedang
2.20 – 2.59 =
Hasil observasi adalah kurang
0.00 – 2.19 =
Hasil observasi adalah sangat kurang
(UPPL Unimed 2006)
Pembelajaran dikatakan tuntas jika dari
hasil pengamatan observer, pembelajaran termasuk dalam kategori baik atau baik
sekali.
DAFTAR PUSTAKA
Adinawan,
Sugijono, (2006), Matematika 3A,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Arikunto, S., (2006), Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan
Praktik), Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Budiningsih, A.C., (2005), Belajar dan Pembelajaran, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Dahar, R, (1996), Teori-Teori Belajar, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan, (2005), Buku Pedoman Penulisan Skripsi Mahasiswa dan
Standar Operasional (SOP) Kepebimbingan Skripsi Program Studi Pendidikan.
Medan, FMIPA Unimed
Handayani, Sri.,
(2007), Penerapan Teori Belajar Bruner
Dalam Memahami Konsep Pecahan di Kelas V SD Swasta Yayasan Kemula Byangkari
Rantau Prapat Tahun Ajaran 2006/2007, Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan,
Unimed
Panen, P.,
(2002), Belajar Dan Pembelajaran 1,
Pusat penerbitan Universitas Terbuka, Jakarta
PISA (2007), Http://www. Zainurie.Wordpress.com.(Accessed
Agustus-September 2007)
Sagala, S.,
(2005), Konsep Dan Makna Pembelajaran,
Penerbit Alfabeta, Bandung
Sinambela, H.,
(2006), Efektifitas Penggunaan Pendekatan
Kooperatif dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Sub Pokok Bahasan Sistem
Persamaan Linear dua Peubah di Kelas X SMA N 5 Medan T.P, 2005/2006.,
Skripsi, FMIPA, Unimed, Medan.
Sudjana. N., (2006), Penilaian Hasil
Proses Belajar Mengajar. Penerbit P.T. Remaja, Jakarta
Suryosubroto, (2002), Proses Belajar Mengajar
di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta
Tim UPPLT, (2006),
Buku Petunjuk Operasional Program
Lapangan Terpadu Program S1. Medan, Unimed.
UNSW (2007), Http://www.Sampoenafoundation. Org.
(accesed November-Desember 2007)
Usman, U.,
(2005), Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung.